PENGARUH PENGUMUMAN RIGHT ISSUE TERHADAP BIAYA MODAL DAN VOLUME PERDAGANGAN SAHAM DI BURSA EFEK JAKARTA (BEJ)
Dalam penelitian ini yang diambil adalah pengaruh right issue terhadap biaya modal sebelum dan sesudah right issue dan volume perdagangan saham perusahaan pada saat 5 hari sebelum tanggal pengumuman right issue dan 5 hari setelah tanggal pengumuman right issue dan untuk faktor-faktor lain seperti indeks harga saham gabungan baik faktor internal maupun faktor eksternal seperti pembagian deviden, stock split, tingkat bunga, laba perusahaan, peraturan pemerintah serta peraturan mikro dan makro lainnya tidak diamati. Melalui penelitian ini diharapkan akan diperoleh gambaran bahwa right issue akankah memberikan dampak yang berbeda pada perusahaan go publik. Obyek yang diteliti hanya terhadap perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang dilihat dalam perdagangan saham. Berdasarkan uraian dari latar belakang, yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah “Apakah penerbitan right issue berpengaruh terhadap biaya modal dan volume perdagangan saham di Bursa Efek Jakarta (BEJ).Seharusnya teori struktur modal mampu menjelaskan mengapa harga saham bereaksi negatif terhadap informasi penambahan saham baru, hal ini berbeda dengan asumsi yang ada dalam teori tersebut. Sebagai hasilnya, banyak literature empiris lebih memfokuskan pada teori sinyal (signalling theory) untuk menjelaskan pengaruh penerbitan saham baru terhadap perubahan harga saham dan volume perdagangan saham.
Penelitian Alam (1995), dengan menguji 21 perusahaan yang melakukan right issue selama tahun 1993 di BEJ terhadap tingkat kemakmuran pemegang saham, ditemukan bahwa right issue akan meningkatkan jumlah penawaran saham yang secara teority mempunyai dampak terhadap penurunan harga saham pada periode ex-right. Pemilik saham minoritas akan mengalami dilusi (dilution) ganda dengan adanya right issue. Dilution terjadi karena persentase kepemilikan atas saham perusahaan berkurang (dilusi kepemimpinan) dan juga karena harga saham secara teoritis akan mengalami periode ex-right (dilusi kekayaan).
REFERENSI:
WWW.GOOGLE.COM
Kamis, 19 November 2009
METODE RISET (PRIHANTORO)
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika:
Bank Indonesia menggunakan band sebagai guidance atas pergerakan nilai tukar maka sejak saat itu tidak ada lagi band sebagai acuan nilai tukar. Namun demikian cukup sulit menjawab apakah nilai tukar rupiah sepenuhnya dilepas ke pasar ( free floating) atau masih akan dilakukan intervensi oleh Bank Indonesia. Dengan mengamati segala dampak dari sistem free floating serta dikaitkan dengan kondisi/struktur perekonomian Indonesia selama ini nampaknya purely free floating sulit untuk dilakukan. Kemungkinannya adalah Bank Indonesia akan tetap mempertahankan managed floating dengan melakukan intervensi secara berkala, selektif , dan pada timing yang tepat.
Dengan melemahnya nilai tukar mata uang Indonesia menandakan lemahnya kondisi untuk melakukan transaksi luar negeri baik itu untuk ekspor-impor maupun hutang luar negeri. Terdepresiasinya mata uang Indonesia menyebabkan perekonomian Indonesia menjadi goyah dan dilanda krisis ekonomi dan krisis kepercayaan terhadap mata uang domestik.
Pembicaraan mengenai penentuan kurs valuta asing sekarang ini semakin banyak diperdebatkan. Jika dilihat dari sudut pandang pendekatan moneter, para ekonom pada umumnya melihat kurs valuta asing dipengaruhi oleh variabel fundamental ekonomi , antara lain jumlah uang beredar, tingkat output riil dan tingkat suku bunga ( Mac Donald daan Taylor, 1992,4) .Sementara itu Tucker etal (1991) menambahkan variabel inflasi dalam model tersebut. Selain itu ada pula ekonom yang mempertimbangkan asa pasar ( market sentiment) sebagai faktor yang menentukan tinggi rendahnya kurs valuta asing. Pendekatan moneter merupakan pengembangan konsep paritas daya beli dan teori kuantitas uang. Pendekatan ini menekankan bahwa ketidakseimbangan kurs valuta asing terjadi karena ketidakseimbangan di sektor moneter yaitu terjadinya perbedaan antara permintaan uang dengan penawaran uang ( jumlah uang beredar) ( Mussa, 1976,47)
Pendekatan yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kurs adalah pendekatan moneter. Dengan pendekatan moneter maka diteliti pengaruh variabel jumlah uang beredar dalam arti luas, tingkat suku bunga, tingkat pendapatan, dan variabel perubahan harga. Selain itu dengan mempertimbangkan pelepasan band intervensi oleh Bank Indonesia, sehingga menyebabkan kurs menjadi free floating ,maka dipakai variable dummy untuk mengetahui pengaruh pelepasan band intervensi terhadap kurs.
Dipakainya dollar Amerika sebagai pembanding, karena dollar Amerika merupakan mata uang yang kuat dan Amerika merupakan partner dagang yang dominan di Indonesia.
REFERENSI :
WWW.GOOGLE.COM
Bank Indonesia menggunakan band sebagai guidance atas pergerakan nilai tukar maka sejak saat itu tidak ada lagi band sebagai acuan nilai tukar. Namun demikian cukup sulit menjawab apakah nilai tukar rupiah sepenuhnya dilepas ke pasar ( free floating) atau masih akan dilakukan intervensi oleh Bank Indonesia. Dengan mengamati segala dampak dari sistem free floating serta dikaitkan dengan kondisi/struktur perekonomian Indonesia selama ini nampaknya purely free floating sulit untuk dilakukan. Kemungkinannya adalah Bank Indonesia akan tetap mempertahankan managed floating dengan melakukan intervensi secara berkala, selektif , dan pada timing yang tepat.
Dengan melemahnya nilai tukar mata uang Indonesia menandakan lemahnya kondisi untuk melakukan transaksi luar negeri baik itu untuk ekspor-impor maupun hutang luar negeri. Terdepresiasinya mata uang Indonesia menyebabkan perekonomian Indonesia menjadi goyah dan dilanda krisis ekonomi dan krisis kepercayaan terhadap mata uang domestik.
Pembicaraan mengenai penentuan kurs valuta asing sekarang ini semakin banyak diperdebatkan. Jika dilihat dari sudut pandang pendekatan moneter, para ekonom pada umumnya melihat kurs valuta asing dipengaruhi oleh variabel fundamental ekonomi , antara lain jumlah uang beredar, tingkat output riil dan tingkat suku bunga ( Mac Donald daan Taylor, 1992,4) .Sementara itu Tucker etal (1991) menambahkan variabel inflasi dalam model tersebut. Selain itu ada pula ekonom yang mempertimbangkan asa pasar ( market sentiment) sebagai faktor yang menentukan tinggi rendahnya kurs valuta asing. Pendekatan moneter merupakan pengembangan konsep paritas daya beli dan teori kuantitas uang. Pendekatan ini menekankan bahwa ketidakseimbangan kurs valuta asing terjadi karena ketidakseimbangan di sektor moneter yaitu terjadinya perbedaan antara permintaan uang dengan penawaran uang ( jumlah uang beredar) ( Mussa, 1976,47)
Pendekatan yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kurs adalah pendekatan moneter. Dengan pendekatan moneter maka diteliti pengaruh variabel jumlah uang beredar dalam arti luas, tingkat suku bunga, tingkat pendapatan, dan variabel perubahan harga. Selain itu dengan mempertimbangkan pelepasan band intervensi oleh Bank Indonesia, sehingga menyebabkan kurs menjadi free floating ,maka dipakai variable dummy untuk mengetahui pengaruh pelepasan band intervensi terhadap kurs.
Dipakainya dollar Amerika sebagai pembanding, karena dollar Amerika merupakan mata uang yang kuat dan Amerika merupakan partner dagang yang dominan di Indonesia.
REFERENSI :
WWW.GOOGLE.COM
METODE RISET (PRIHANTORO)
PENGUKURAN EFISIENSI KINERJA BANK YANG LISTING DI BURSA EFEK JAKARTA
Walaupun berbagai peristiwa yang tidak diharapkan terjadi sejak bergulirnya era reformasi, ternyata hal tersebut tidak mempunyai pengaruh yang berarti terhadap kepercayaan masyarakat untuk menyimpan dananya pada lembaga perbankan. Secara nominal, pengumpulan dana pihak ketiga (DPK) terus menunjukkan peningkatan. Tahun 2004 DPK besarnya 818.20 triliun menjadi 930.20 triliun pada Desember 2005. Bank sebagai lembaga intermediasi yang menghimpun dan menyalurkan dana dari dan ke masyarakat mempunyai peran yang sangat penting dalam mendorong pertumbuhan sektor usaha (riil). Pemulihan fungsi intermediasi perbankan setelah krisis moneter pertengahan tahun 1997 berjalan lambat, hal ini berkaitan dengan lambatnya pergerakan sektor riil. Namun, kondisi perekonomian nasional dalam tahun 2005 masih berada dalam siklus yang fluktuatif. Melemahnya konsumsi, yang dikuti antara lain kenaikan biaya produksi sebagai akibat kenaikan harga BBM, meningkatnya biaya modal karena tingginya tingkat suku bunga, serta belum tuntasnya permasalahan di bidang investasi dan pembangunan infrastruktur, pada gilirannya menyebabkan pertumbuhan investasi mengalami penurunan. Namun dalam kurun waktu tahun 2004 sampai dengan tahun 2005 kegiatan penyaluran kredit baru oleh perbankan menunjukkan trend yang meningkat dari 459.10 triliun menjadi 584.40 triliun.
Berdasarkan statistik Bank Indonesia pada Desember 2005, rasio kredit bermasalah, Non Performing Loan (NPL), yaitu kredit dengan kategori “kurang lancar”, “diragukan”, dan “macet” yang dihitung secara gross (tidak memperhitungkan cadangan) menunjukkan kondisi yang membaik sebagai dampak langsung menurunnya nominal NPL serta meningkatnya posisi kredit perbankan. Sementara itu Bank Indonesia menetapkan target indikatif NPL secara net (memperhitungkan cadangan) sebesar 5% yang menjadi patokan bagi perbankan dalam memperbaiki kualitas portofolio kreditnya. Dari sisi kinerja profitabilitas perbankan nasional menunjukkan kinerja yang baik. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari meningkatnya perolehan laba perbankan.
REFERENSI :
WWW.GOOGLE.COM
Walaupun berbagai peristiwa yang tidak diharapkan terjadi sejak bergulirnya era reformasi, ternyata hal tersebut tidak mempunyai pengaruh yang berarti terhadap kepercayaan masyarakat untuk menyimpan dananya pada lembaga perbankan. Secara nominal, pengumpulan dana pihak ketiga (DPK) terus menunjukkan peningkatan. Tahun 2004 DPK besarnya 818.20 triliun menjadi 930.20 triliun pada Desember 2005. Bank sebagai lembaga intermediasi yang menghimpun dan menyalurkan dana dari dan ke masyarakat mempunyai peran yang sangat penting dalam mendorong pertumbuhan sektor usaha (riil). Pemulihan fungsi intermediasi perbankan setelah krisis moneter pertengahan tahun 1997 berjalan lambat, hal ini berkaitan dengan lambatnya pergerakan sektor riil. Namun, kondisi perekonomian nasional dalam tahun 2005 masih berada dalam siklus yang fluktuatif. Melemahnya konsumsi, yang dikuti antara lain kenaikan biaya produksi sebagai akibat kenaikan harga BBM, meningkatnya biaya modal karena tingginya tingkat suku bunga, serta belum tuntasnya permasalahan di bidang investasi dan pembangunan infrastruktur, pada gilirannya menyebabkan pertumbuhan investasi mengalami penurunan. Namun dalam kurun waktu tahun 2004 sampai dengan tahun 2005 kegiatan penyaluran kredit baru oleh perbankan menunjukkan trend yang meningkat dari 459.10 triliun menjadi 584.40 triliun.
Berdasarkan statistik Bank Indonesia pada Desember 2005, rasio kredit bermasalah, Non Performing Loan (NPL), yaitu kredit dengan kategori “kurang lancar”, “diragukan”, dan “macet” yang dihitung secara gross (tidak memperhitungkan cadangan) menunjukkan kondisi yang membaik sebagai dampak langsung menurunnya nominal NPL serta meningkatnya posisi kredit perbankan. Sementara itu Bank Indonesia menetapkan target indikatif NPL secara net (memperhitungkan cadangan) sebesar 5% yang menjadi patokan bagi perbankan dalam memperbaiki kualitas portofolio kreditnya. Dari sisi kinerja profitabilitas perbankan nasional menunjukkan kinerja yang baik. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari meningkatnya perolehan laba perbankan.
REFERENSI :
WWW.GOOGLE.COM
METODE RISET (PRIHANTORO)
FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP JUMLAH UANG BEREDAR DI INDONESIA SEBELUM DAN SESUDAH KRISIS: SEBUAH ANALISIS EKONOMETRIKA
Lily Prayitno, Heny Sandjaya, Richard Llewelyn
ANALISIS :
Penelitian ini menggunakan analisa regresi dengan model log untuk menganalisa pengaruh pengeluaran pemerintah, cadangan devisa, serta angka pengganda uang (money multiplier) terhadap jumlah uang beredar di Indonesia untuk periode periode sebelum krisis (1990-1997), sesudah krisis (1997-1999) dan secara keseluruhan (1990-1999).
Sebelum krisis hasil menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah secara signifikan berpengaruh positif terhadap jumlah uang beredar (M2); cadangan devisa tidak signifikan terhadap jumlah uang beredar; sedangkan angka pengganda uang berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah uang beredar. Sesudah krisis, pengeluaran pemerintah secara signifikan berpengaruh positif terhadap jumlah uang beredar sedangkan cadangan devisa dan money multiplier tidak signifikan. Untuk seluruh waktu analisa, pengeluaran pemerintah dan cadangan devisa berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap jumlah uang beredar sedangkan angka pengganda uang tidak signifikan.
Pemerintah diharapkan menerapkan kebijakan fiskal sesuai yang telah diterapkan selama krisis berlangsung serta meningkatkan jumlah cadangan devisa yang dimilikinya. Pemerintah sebaiknya tidak mengandalkan money multiplier dalam kebijakan uang yang beredar karena tidak berpengaruh signifikan terhadap uang yang beredar.
Lily Prayitno, Heny Sandjaya, Richard Llewelyn
ANALISIS :
Penelitian ini menggunakan analisa regresi dengan model log untuk menganalisa pengaruh pengeluaran pemerintah, cadangan devisa, serta angka pengganda uang (money multiplier) terhadap jumlah uang beredar di Indonesia untuk periode periode sebelum krisis (1990-1997), sesudah krisis (1997-1999) dan secara keseluruhan (1990-1999).
Sebelum krisis hasil menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah secara signifikan berpengaruh positif terhadap jumlah uang beredar (M2); cadangan devisa tidak signifikan terhadap jumlah uang beredar; sedangkan angka pengganda uang berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah uang beredar. Sesudah krisis, pengeluaran pemerintah secara signifikan berpengaruh positif terhadap jumlah uang beredar sedangkan cadangan devisa dan money multiplier tidak signifikan. Untuk seluruh waktu analisa, pengeluaran pemerintah dan cadangan devisa berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap jumlah uang beredar sedangkan angka pengganda uang tidak signifikan.
Pemerintah diharapkan menerapkan kebijakan fiskal sesuai yang telah diterapkan selama krisis berlangsung serta meningkatkan jumlah cadangan devisa yang dimilikinya. Pemerintah sebaiknya tidak mengandalkan money multiplier dalam kebijakan uang yang beredar karena tidak berpengaruh signifikan terhadap uang yang beredar.
METODE RISET (PRIHANTORO)
Analisis efisiensi bank perkreditan rakyat di wilayah jabodetabek dengan pendekatan dan envelopment analysis
Oleh:ImamHartono,MB-IPB:
Membangun ekonomi Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peranan beberapa pihak antara lain Pemerintah, lembaga-lembaga di sektor keuangan dan pelaku-pelaku usaha. Salah satu pelaku usaha yang memiliki peran strategis dalam membangun ekonomi Indonesia adalah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Hal ini ditinjau dari peran UMKM pada beberapa aspek yakni unit usaha UMKM merupakan 99,9 persen dari total usaha di Indonesia serta menyerap 77,67 juta tenaga kerja atau 96,8 persen dari tenaga kerja nasional, dengan sumbangan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 56,5 persen.
Lembaga keuangan yang tepat dan strategis untuk melayani jasa perbankan bagi masyarakat tersebut adalah Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Kunci keberhasilan BPR dalam pemberian pelayanan kepada UMK antara lain adalah lokasi BPR yang dekat dengan masyarakat yang membutuhkan, prosedur pelayanan yang sederhana dan proses yang cepat, serta mengutamakan pendekatan personal dengan masyarakat setempat. Sementara itu Bank Umum menghadapi kendala dalam penyaluran kredit terutama untuk para nasabah UMK dan masyarakat di pedesaan yang disebabkan terbatasnya jaringan kantor yang dimiliki, sumber daya manusia bank serta karakteristik nasabah UMK yang sangat berbeda yang memerlukan pelayanan yang spesifik berbeda dengan nasabah korporasi. total aset, penghimpunan dana maupun penyaluran kredit yaitu rata-rata dalam lima tahun terakhir masing-masing meningkat sebesar 4,8 persen, 22,0 persen, 20,8 persen dan 34,4 persen. Meskipun skala ekonomi BPR masih relatif kecil, namun kemampuannya dalam memberikan akses keuangan yang lebih luas kepada UMK di Indonesia dan mendorong perekonomian daerah sangatlah penting.
Namun terdapat perkembangan lainnya yang perlu dicermati terkait dengan efisiensi BPR. Saat ini, indikator yang biasa dipakai untuk mengukur efisiensi perbankan adalah dengan menggunakan rasio BOPO. Rasio BOPO dalam lima tahun terakhir menunjukan bahwa meskipun rata-rata rasio BOPO industri BPR masih dibawah angka 94% (batas nilai efisiensi ukuran BOPO pada BPR..
Oleh:ImamHartono,MB-IPB:
Membangun ekonomi Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peranan beberapa pihak antara lain Pemerintah, lembaga-lembaga di sektor keuangan dan pelaku-pelaku usaha. Salah satu pelaku usaha yang memiliki peran strategis dalam membangun ekonomi Indonesia adalah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Hal ini ditinjau dari peran UMKM pada beberapa aspek yakni unit usaha UMKM merupakan 99,9 persen dari total usaha di Indonesia serta menyerap 77,67 juta tenaga kerja atau 96,8 persen dari tenaga kerja nasional, dengan sumbangan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 56,5 persen.
Lembaga keuangan yang tepat dan strategis untuk melayani jasa perbankan bagi masyarakat tersebut adalah Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Kunci keberhasilan BPR dalam pemberian pelayanan kepada UMK antara lain adalah lokasi BPR yang dekat dengan masyarakat yang membutuhkan, prosedur pelayanan yang sederhana dan proses yang cepat, serta mengutamakan pendekatan personal dengan masyarakat setempat. Sementara itu Bank Umum menghadapi kendala dalam penyaluran kredit terutama untuk para nasabah UMK dan masyarakat di pedesaan yang disebabkan terbatasnya jaringan kantor yang dimiliki, sumber daya manusia bank serta karakteristik nasabah UMK yang sangat berbeda yang memerlukan pelayanan yang spesifik berbeda dengan nasabah korporasi. total aset, penghimpunan dana maupun penyaluran kredit yaitu rata-rata dalam lima tahun terakhir masing-masing meningkat sebesar 4,8 persen, 22,0 persen, 20,8 persen dan 34,4 persen. Meskipun skala ekonomi BPR masih relatif kecil, namun kemampuannya dalam memberikan akses keuangan yang lebih luas kepada UMK di Indonesia dan mendorong perekonomian daerah sangatlah penting.
Namun terdapat perkembangan lainnya yang perlu dicermati terkait dengan efisiensi BPR. Saat ini, indikator yang biasa dipakai untuk mengukur efisiensi perbankan adalah dengan menggunakan rasio BOPO. Rasio BOPO dalam lima tahun terakhir menunjukan bahwa meskipun rata-rata rasio BOPO industri BPR masih dibawah angka 94% (batas nilai efisiensi ukuran BOPO pada BPR..
Rabu, 18 November 2009
motivasi konsumen (PERILAKU KONSUMEN )
MOTIVASI KONSUMEN:
Motivasi merupakan dorongan/tenaga pendorong pada diri individu/seseorang untuk melakukan sesuatu guna memenuhi kebutuhannya yang belum terpenuhi. Motivasi konsumen
Dalam menjawab pertanyaan mengenai mengapa seseorang membeli produk tertentu, hal ini berhubungan dengan motivasi seorang konsumen. Motivasi konsumen mewakili dorongan untuk memuaskan kebutuhan baik yang bersifat fisiologis maupun psikologis melalui pembelian dan penggunaan suatu produk.
Secara umum, kebutuhan manusia sebagai individu terbagi menjadi dua, kebutuhan dasar dan kebutuhan perolehan.
No
Kebutuhan Dasar / Kebutuhan Perolehan
1 Bersifat fisiologis biogenis
Bersifat psikologis psikogenis
2
Memperoleh penghargaan diri, martabat, kasih sayang,kekuasan, pengetahuan
3 Disebut kebutuhan primer/motif primer
Disebut kebutuhan sekunder/motif sekunder
Semua prilaku individu yang didorong motivasi-motivasi tersebut, dilakukan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Hasil yang diinginkan inilah yang disebut sebagai sasaran.
Pemilihan sasaran bagi setiap individu berbeda satu sama lai, tergantung beberapa hal yakni,
1.Pengalaman pribadi
2.Kemampuan fisik
3.Norma dan nilai yang berlaku
4.Kemudahan mencapai sasaran
Dan dalam prakteknya, terdapat keterkaitan antara kebutuhan dan sasaran tersebut. Walaupun pada kenyataannya pula, kesadaran orang akan “sasaran” cenderung kurang, isbanding kesadarannya akan “kebutuhan”. Orang cenderung lebih menyadari kebutuhan dasarnya/fisiologis ketimbang kebutuhan perolehan/psikologis.
Sebagai contoh, seorang politisi mungkin tidak menyadari betapa tingginya kebutuhannnya akan “kekuasan”, tapi ia secara rutin aktiv dalam pemilihan jabatan tertentu dalam pemerintahan.
Sebagai contoh motivasi dalam kehidupan sehari-hari adalah :
Rokok:
Merokok jadi pelarian dari tugas berat atau tak menyenangkan, nyaris seperti anak kecil yang suka melamun karena kebanyakan dijejali tugas-tugas PR. Merokok juga merupakan hadiah pada diri sendiri, akan lebih menyenangkan kalau sering dilakukan. Merokok di awal hari mengantisipasi anugerah yang bakal datang, sementara merokok di malam hari menutup hari yang panjang. Rokok adalah jejak waktu modern yang menandai berjalannya waktu, baik di rumah maupun di kantor. Bisa juga untuk meredam ketidaksabaran, merokok membuat waktu berlari lebih cepat dan itulah mengapa orang merokok saat menunggu di stasiun, saat seorang suami menunggu istrinya melahirkan atau seseorang membunuh waktu di balik kerangkeng di penjara. Merokok memberi kenikmatan oral sensual. Rokok juga bisa berfungsi sosial sebagai teman, juga menjadi sarana percakapan dengan diri sendiri. Rokok menegaskan kepribadian sambil menunjukkan hubungan dekat dengan sesama perokok. Kotak rokok, misalnya, menunjukkan jarak dan individualitas. Banyak perokok suka mengamati gulungan asap rokoknya yang kadang membentuk pola-pola di udara, membawa serta rasa cemas dan kekecewaan mereka….
Itulah kutipan contoh hasil penelitian motivasi konsumen di balik perilaku merokok. Motivasi di balik perilaku manusia awalnya lebih dipahami sebagai insting dan dorongan dari dalam, yang pada dasarnya merupakan proses fisiologis yang ada sejak bayi. Keinginan ini lebih merupakan “drive” yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan yang dipicu rasa lapar, haus, perlindungan dan dorongan seksual. Motivasi ini pada dasarnya bersifat negatif dan diperlukan agar bisa bertahan dari bahaya atau keadaan yang tak menyenangkan.
Contoh motivasi konsumen menurut Dichter :
Bulu Nilai dari bulu dapat ditelusuri dari sejarah bahwa dulunya bulu berfungsi laiknya piala yang dibawa pulang pemburu bagi yang tercinta di rumah. Makin berbahaya dan sulit membunuh si binatang, bulu makin bernilai. Pemburu modern kini mengganti tombaknya dengan dompet, tapi makna asasinya tetap tak berubah. Lantaran nilainya, bulu memberi bukti bahwa pembelinya sukses secara finansial berkat kemampuannya mencari uang. Leopard dan mink tidak lebih hangat ketimbang bulu kelinci atau kucing, namun nilainya jauh lebih mahal karena kelangkaannya. Bulu juga menunjukkan kekuatan daya seksual si pemburu, dan riset membuktikan bahwa publik kerap melekatkan konotasi asusila, baik bagi pemberi maupun penerima baju mink.
REFERENSI :
WWW.GOOGLE.COM
DICHTER
Motivasi merupakan dorongan/tenaga pendorong pada diri individu/seseorang untuk melakukan sesuatu guna memenuhi kebutuhannya yang belum terpenuhi. Motivasi konsumen
Dalam menjawab pertanyaan mengenai mengapa seseorang membeli produk tertentu, hal ini berhubungan dengan motivasi seorang konsumen. Motivasi konsumen mewakili dorongan untuk memuaskan kebutuhan baik yang bersifat fisiologis maupun psikologis melalui pembelian dan penggunaan suatu produk.
Secara umum, kebutuhan manusia sebagai individu terbagi menjadi dua, kebutuhan dasar dan kebutuhan perolehan.
No
Kebutuhan Dasar / Kebutuhan Perolehan
1 Bersifat fisiologis biogenis
Bersifat psikologis psikogenis
2
Memperoleh penghargaan diri, martabat, kasih sayang,kekuasan, pengetahuan
3 Disebut kebutuhan primer/motif primer
Disebut kebutuhan sekunder/motif sekunder
Semua prilaku individu yang didorong motivasi-motivasi tersebut, dilakukan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Hasil yang diinginkan inilah yang disebut sebagai sasaran.
Pemilihan sasaran bagi setiap individu berbeda satu sama lai, tergantung beberapa hal yakni,
1.Pengalaman pribadi
2.Kemampuan fisik
3.Norma dan nilai yang berlaku
4.Kemudahan mencapai sasaran
Dan dalam prakteknya, terdapat keterkaitan antara kebutuhan dan sasaran tersebut. Walaupun pada kenyataannya pula, kesadaran orang akan “sasaran” cenderung kurang, isbanding kesadarannya akan “kebutuhan”. Orang cenderung lebih menyadari kebutuhan dasarnya/fisiologis ketimbang kebutuhan perolehan/psikologis.
Sebagai contoh, seorang politisi mungkin tidak menyadari betapa tingginya kebutuhannnya akan “kekuasan”, tapi ia secara rutin aktiv dalam pemilihan jabatan tertentu dalam pemerintahan.
Sebagai contoh motivasi dalam kehidupan sehari-hari adalah :
Rokok:
Merokok jadi pelarian dari tugas berat atau tak menyenangkan, nyaris seperti anak kecil yang suka melamun karena kebanyakan dijejali tugas-tugas PR. Merokok juga merupakan hadiah pada diri sendiri, akan lebih menyenangkan kalau sering dilakukan. Merokok di awal hari mengantisipasi anugerah yang bakal datang, sementara merokok di malam hari menutup hari yang panjang. Rokok adalah jejak waktu modern yang menandai berjalannya waktu, baik di rumah maupun di kantor. Bisa juga untuk meredam ketidaksabaran, merokok membuat waktu berlari lebih cepat dan itulah mengapa orang merokok saat menunggu di stasiun, saat seorang suami menunggu istrinya melahirkan atau seseorang membunuh waktu di balik kerangkeng di penjara. Merokok memberi kenikmatan oral sensual. Rokok juga bisa berfungsi sosial sebagai teman, juga menjadi sarana percakapan dengan diri sendiri. Rokok menegaskan kepribadian sambil menunjukkan hubungan dekat dengan sesama perokok. Kotak rokok, misalnya, menunjukkan jarak dan individualitas. Banyak perokok suka mengamati gulungan asap rokoknya yang kadang membentuk pola-pola di udara, membawa serta rasa cemas dan kekecewaan mereka….
Itulah kutipan contoh hasil penelitian motivasi konsumen di balik perilaku merokok. Motivasi di balik perilaku manusia awalnya lebih dipahami sebagai insting dan dorongan dari dalam, yang pada dasarnya merupakan proses fisiologis yang ada sejak bayi. Keinginan ini lebih merupakan “drive” yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan yang dipicu rasa lapar, haus, perlindungan dan dorongan seksual. Motivasi ini pada dasarnya bersifat negatif dan diperlukan agar bisa bertahan dari bahaya atau keadaan yang tak menyenangkan.
Contoh motivasi konsumen menurut Dichter :
Bulu Nilai dari bulu dapat ditelusuri dari sejarah bahwa dulunya bulu berfungsi laiknya piala yang dibawa pulang pemburu bagi yang tercinta di rumah. Makin berbahaya dan sulit membunuh si binatang, bulu makin bernilai. Pemburu modern kini mengganti tombaknya dengan dompet, tapi makna asasinya tetap tak berubah. Lantaran nilainya, bulu memberi bukti bahwa pembelinya sukses secara finansial berkat kemampuannya mencari uang. Leopard dan mink tidak lebih hangat ketimbang bulu kelinci atau kucing, namun nilainya jauh lebih mahal karena kelangkaannya. Bulu juga menunjukkan kekuatan daya seksual si pemburu, dan riset membuktikan bahwa publik kerap melekatkan konotasi asusila, baik bagi pemberi maupun penerima baju mink.
REFERENSI :
WWW.GOOGLE.COM
DICHTER
produk (PERILAKU KONSUMEN )
Produk
Produk adalah merupakan hasil dari kegiatan produksi yang berujud barang. Variabel pertama dari pemasaran dan cukup penting dan yang mempengaruhi kepuasan konsumen adalah produk, karena produk merupakan sesuatu yang ditawarkan ke pasar untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen.
Menurut Kotler (1997 : 430 ) A Product is anything that can be offered to be a market for attention, acquasition, use or consumption that might satisfy a want or need. Definisi di atas menjelaskan bahwa produk adalah apa saja yang ditawarkan ke pasar untuk dipertahankan, diperoleh, digunakan atau dikonsumsi yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan.
Produk sebagai hasil dari kegiatan produksi akan mempunyai ujud tertentu, mempunyai sifat – sifat fisik dan kimia tertentu. Disamping itu akan terdapat tenggang waktu (yang betapapun kecilnya ) antara saat diproduksinya produk tersebut dengan saat dikonsumsinya produk yang bersangkutan oleh konsumen produk tersebut.(Ahyari,1996 : 8 )
Menurut Stanton dalam Angipora (2002 : 152) produk mempunyai definisi yang sempit dan luas. Definsi tersebut sebagai berikut :
1. Definisi sempit
Produk adalah sekumpulan atribut fisik nyata (tangible) yang terkait dalam sebuah bentuk yang dapat diidentifikasikan.
2. Definisi luas
Produk adalah sekumpulan atribut yang nyata (tangible) dan tidak nyata (intangible) di dalamnya sudah tercakup warna, harga, kemasan, prestive pabrik, prestive pengecer dan pelayanan di pabrik serta pengecer yang mungkin diterima oleh pembeli sebagai sesuatu yang bisa memuaskan keinginannya.
Produk adalah sesuatu yang dapat ditawarkan pada suatu pasar untuk mendapatkan perhatian untuk dimiliki, penggunaan ataupun konsumsi yang bisa memuaskan keinginan atau kebutuhan (Angipora, 2002 : 4)
Produk merupakan Segala sesuatu yang ditawarkan ke dalam pasar untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Produk juga merupakan seperangkat kepuasan yang diperoleh konsumen jika mereka melakukan transaksi (jual beli). (Hadi dalam http://www.google.co.id/)
Menurut Gitosudarmo (1994 : 177) produk adalah segala sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan manusia . Produk dapat mencakup benda fisik, jasa, prestise, tempat, organisasi maupun idea. Produk yang berujud biasa disebut sebagai barang, sedangkan yang tidak berujud disebut jasa. Berdasarkan atas pengertian produk tersebut di atas, maka terdapat tiga aspek dari produk yang perlu diperhatikan agar memudahkan dalam mempelajari strategi produk. Adapun tiga aspek tersebut adalah :
Produk Inti (Core Products)
Yaitu produk yang merupakan manfaat inti yang ditampilkan oleh suatu produk kepada konsumen dalam memenuhi kebutuhan serta keinginannya.
Produk yang diperluas (Augmented product)
Produk yang diperluas mencakup berbagai tambahan manfaat yang dapat dinikmati oleh konsumen dari produk inti yang dibelinya. Perluasan manfaat suatu produk dapat dilakukan dengan memahami serta kemudian menerapkan suatu konsep yang disebut konsep “Generic Need” atau “Pangkal Kebutuhan”. Selain konsep yang telah dijelaskan di atas ada pula konsep yang lain yaitu : “Generic Product” atau “Pangkal Produk”. Generic Product atau pangkal produk adalah merupakan pangkal manfaat dari produk itu atau dapat pula dikatakan sebagai aspek atau manfaat terknis dari produk itu. Sedangkan pangkal kebutuhan atau Generic need adalah manfaat riil yang dibutuhkan dan diharapkan oleh pembeli terhadap produk yang dibelinya itu. Dalam membahas augment product ini kita perlu membedakannya dengan suatu pengertian yang sering membingungkan yaitu konsep “DIVERSIFIKASI PRODUK”. Konsep diversifikasi produk merupakan upaya untuk mengusahakan atau memasarkan beberapa produk yang sejenis dengan produk yang sudah dipasarkan sebelumnya.
Produk Formal (Formal Product)
Produk formal adalah produk yang merupakan penampilan atau perwujudan dari produk inti maupun perluasan produknya. Produk formal inilah yang lebih dikenal oleh kebanyakan pembeli sebagai daya tarik yang tampak langsung atau tangible offer di mata konsumen.
Tingkat kategori produk
Produk memiliki tingkat kategori untuk meningkatkan penjualan. Tingkat kategori tersebut adalah sebagai berikut :
PRODUK KONSUMSI
produk yang dibeli oleh konsumen pemakai akhir.
PRODUK INDUSTRI
produk yang digunakan untuk keperluan operasional industri.
PRODUK JASA
produk yang bersifat intangible
Hubungan kualitas dengan penjualan
Keuntungan yang didapatkan perusahaan karena menyediakan barang yang berkualitas adalah diperolehnya pendapatan penjualan yang lebih tinggi dan biaya yang lebih rendah, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan profitabilitas dan pertumbuhan perusahaan.
Perusahaan yang memiliki kualitas yang lebih baik akan memberikan customer value yang lebih baik. Dengan cara ini perusahaan dapat mempertahankan konsumen yang sudah ada, menarik konsumen baru, dan mengalihkan perhatian konsumen pesaing. Upaya ini pada akhirnya akan mampu meningkatkan pangsa pasar total penjualan. Dengan kualitas yang baik sesuai harapan konsumen akan memberikan keuntungan perusahaan dalam menetapkan harga yang lebih tinggi yang pada akhirnya akan menyebabkan naiknya penjualan total yang merupakan indikasi suatu pertumbuhan pangsa pasar.
Sikap Terhadap Produk
Sikap konsumen terhadap produk yang diberitakan menggunakan formalin didekati
dengan dua indikator yaitu keyakinan konsumen terhadap keamanan pangan dan
kecenderungan memilih produk. Perubahan sikap selama pemberitaan berlangsung
membuktikan bahwa pemberitaan promotif dan positif dapat meningkatkan sikap konsumen yang menurun akibat pemberitaan negatif, tetapi tidak mengalami pemulihan.
Pemberitaan ditemukannya formalin pada produk pangan olahan menyebabkan
konsumen merasa kurang aman, cenderung menghindari, menjadi lebih selektif dan
mengurangi intensitas pembelian produk pangan olahan yang diterpa pemberitaan tersebut.
Berita tentang demonstrasi figur publik sedang makan produk yang diterpa berita negative menyebabkan konsumen merasa lebih aman, meningkatkan kecenderungan memilih dan intensitas pembelian, tetapi konsumen tetap lebih selektif dalam pembelian produk. Berita tentang sudah tidak ditemukan lagi formalin pada produk pangan olahan meningkatkan rasa aman bagi konsumen, menjadi cenderung lebih memilih, mengurangi selektivitas dan meningkatkan intensitas pembelian, namun tidak mampu memulihkan seperti sebelum terjadi pemberitaan tentang penemuan formalin pada produk pangan olahan. Secara umum dapat disimpulkan bahwa pemberitaan media massa tentang penemuan formalin pada pangan olahan mendapat tanggapan masyarakat secara kurang proporsional oleh konsumen.
REFERENSI :
WWW.GOOGLE.COM
Produk adalah merupakan hasil dari kegiatan produksi yang berujud barang. Variabel pertama dari pemasaran dan cukup penting dan yang mempengaruhi kepuasan konsumen adalah produk, karena produk merupakan sesuatu yang ditawarkan ke pasar untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen.
Menurut Kotler (1997 : 430 ) A Product is anything that can be offered to be a market for attention, acquasition, use or consumption that might satisfy a want or need. Definisi di atas menjelaskan bahwa produk adalah apa saja yang ditawarkan ke pasar untuk dipertahankan, diperoleh, digunakan atau dikonsumsi yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan.
Produk sebagai hasil dari kegiatan produksi akan mempunyai ujud tertentu, mempunyai sifat – sifat fisik dan kimia tertentu. Disamping itu akan terdapat tenggang waktu (yang betapapun kecilnya ) antara saat diproduksinya produk tersebut dengan saat dikonsumsinya produk yang bersangkutan oleh konsumen produk tersebut.(Ahyari,1996 : 8 )
Menurut Stanton dalam Angipora (2002 : 152) produk mempunyai definisi yang sempit dan luas. Definsi tersebut sebagai berikut :
1. Definisi sempit
Produk adalah sekumpulan atribut fisik nyata (tangible) yang terkait dalam sebuah bentuk yang dapat diidentifikasikan.
2. Definisi luas
Produk adalah sekumpulan atribut yang nyata (tangible) dan tidak nyata (intangible) di dalamnya sudah tercakup warna, harga, kemasan, prestive pabrik, prestive pengecer dan pelayanan di pabrik serta pengecer yang mungkin diterima oleh pembeli sebagai sesuatu yang bisa memuaskan keinginannya.
Produk adalah sesuatu yang dapat ditawarkan pada suatu pasar untuk mendapatkan perhatian untuk dimiliki, penggunaan ataupun konsumsi yang bisa memuaskan keinginan atau kebutuhan (Angipora, 2002 : 4)
Produk merupakan Segala sesuatu yang ditawarkan ke dalam pasar untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Produk juga merupakan seperangkat kepuasan yang diperoleh konsumen jika mereka melakukan transaksi (jual beli). (Hadi dalam http://www.google.co.id/)
Menurut Gitosudarmo (1994 : 177) produk adalah segala sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan manusia . Produk dapat mencakup benda fisik, jasa, prestise, tempat, organisasi maupun idea. Produk yang berujud biasa disebut sebagai barang, sedangkan yang tidak berujud disebut jasa. Berdasarkan atas pengertian produk tersebut di atas, maka terdapat tiga aspek dari produk yang perlu diperhatikan agar memudahkan dalam mempelajari strategi produk. Adapun tiga aspek tersebut adalah :
Produk Inti (Core Products)
Yaitu produk yang merupakan manfaat inti yang ditampilkan oleh suatu produk kepada konsumen dalam memenuhi kebutuhan serta keinginannya.
Produk yang diperluas (Augmented product)
Produk yang diperluas mencakup berbagai tambahan manfaat yang dapat dinikmati oleh konsumen dari produk inti yang dibelinya. Perluasan manfaat suatu produk dapat dilakukan dengan memahami serta kemudian menerapkan suatu konsep yang disebut konsep “Generic Need” atau “Pangkal Kebutuhan”. Selain konsep yang telah dijelaskan di atas ada pula konsep yang lain yaitu : “Generic Product” atau “Pangkal Produk”. Generic Product atau pangkal produk adalah merupakan pangkal manfaat dari produk itu atau dapat pula dikatakan sebagai aspek atau manfaat terknis dari produk itu. Sedangkan pangkal kebutuhan atau Generic need adalah manfaat riil yang dibutuhkan dan diharapkan oleh pembeli terhadap produk yang dibelinya itu. Dalam membahas augment product ini kita perlu membedakannya dengan suatu pengertian yang sering membingungkan yaitu konsep “DIVERSIFIKASI PRODUK”. Konsep diversifikasi produk merupakan upaya untuk mengusahakan atau memasarkan beberapa produk yang sejenis dengan produk yang sudah dipasarkan sebelumnya.
Produk Formal (Formal Product)
Produk formal adalah produk yang merupakan penampilan atau perwujudan dari produk inti maupun perluasan produknya. Produk formal inilah yang lebih dikenal oleh kebanyakan pembeli sebagai daya tarik yang tampak langsung atau tangible offer di mata konsumen.
Tingkat kategori produk
Produk memiliki tingkat kategori untuk meningkatkan penjualan. Tingkat kategori tersebut adalah sebagai berikut :
PRODUK KONSUMSI
produk yang dibeli oleh konsumen pemakai akhir.
PRODUK INDUSTRI
produk yang digunakan untuk keperluan operasional industri.
PRODUK JASA
produk yang bersifat intangible
Hubungan kualitas dengan penjualan
Keuntungan yang didapatkan perusahaan karena menyediakan barang yang berkualitas adalah diperolehnya pendapatan penjualan yang lebih tinggi dan biaya yang lebih rendah, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan profitabilitas dan pertumbuhan perusahaan.
Perusahaan yang memiliki kualitas yang lebih baik akan memberikan customer value yang lebih baik. Dengan cara ini perusahaan dapat mempertahankan konsumen yang sudah ada, menarik konsumen baru, dan mengalihkan perhatian konsumen pesaing. Upaya ini pada akhirnya akan mampu meningkatkan pangsa pasar total penjualan. Dengan kualitas yang baik sesuai harapan konsumen akan memberikan keuntungan perusahaan dalam menetapkan harga yang lebih tinggi yang pada akhirnya akan menyebabkan naiknya penjualan total yang merupakan indikasi suatu pertumbuhan pangsa pasar.
Sikap Terhadap Produk
Sikap konsumen terhadap produk yang diberitakan menggunakan formalin didekati
dengan dua indikator yaitu keyakinan konsumen terhadap keamanan pangan dan
kecenderungan memilih produk. Perubahan sikap selama pemberitaan berlangsung
membuktikan bahwa pemberitaan promotif dan positif dapat meningkatkan sikap konsumen yang menurun akibat pemberitaan negatif, tetapi tidak mengalami pemulihan.
Pemberitaan ditemukannya formalin pada produk pangan olahan menyebabkan
konsumen merasa kurang aman, cenderung menghindari, menjadi lebih selektif dan
mengurangi intensitas pembelian produk pangan olahan yang diterpa pemberitaan tersebut.
Berita tentang demonstrasi figur publik sedang makan produk yang diterpa berita negative menyebabkan konsumen merasa lebih aman, meningkatkan kecenderungan memilih dan intensitas pembelian, tetapi konsumen tetap lebih selektif dalam pembelian produk. Berita tentang sudah tidak ditemukan lagi formalin pada produk pangan olahan meningkatkan rasa aman bagi konsumen, menjadi cenderung lebih memilih, mengurangi selektivitas dan meningkatkan intensitas pembelian, namun tidak mampu memulihkan seperti sebelum terjadi pemberitaan tentang penemuan formalin pada produk pangan olahan. Secara umum dapat disimpulkan bahwa pemberitaan media massa tentang penemuan formalin pada pangan olahan mendapat tanggapan masyarakat secara kurang proporsional oleh konsumen.
REFERENSI :
WWW.GOOGLE.COM
Langganan:
Postingan (Atom)