MOTIVASI KONSUMEN:
Motivasi merupakan dorongan/tenaga pendorong pada diri individu/seseorang untuk melakukan sesuatu guna memenuhi kebutuhannya yang belum terpenuhi. Motivasi konsumen
Dalam menjawab pertanyaan mengenai mengapa seseorang membeli produk tertentu, hal ini berhubungan dengan motivasi seorang konsumen. Motivasi konsumen mewakili dorongan untuk memuaskan kebutuhan baik yang bersifat fisiologis maupun psikologis melalui pembelian dan penggunaan suatu produk.
Secara umum, kebutuhan manusia sebagai individu terbagi menjadi dua, kebutuhan dasar dan kebutuhan perolehan.
No
Kebutuhan Dasar / Kebutuhan Perolehan
1 Bersifat fisiologis biogenis
Bersifat psikologis psikogenis
2
Memperoleh penghargaan diri, martabat, kasih sayang,kekuasan, pengetahuan
3 Disebut kebutuhan primer/motif primer
Disebut kebutuhan sekunder/motif sekunder
Semua prilaku individu yang didorong motivasi-motivasi tersebut, dilakukan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Hasil yang diinginkan inilah yang disebut sebagai sasaran.
Pemilihan sasaran bagi setiap individu berbeda satu sama lai, tergantung beberapa hal yakni,
1.Pengalaman pribadi
2.Kemampuan fisik
3.Norma dan nilai yang berlaku
4.Kemudahan mencapai sasaran
Dan dalam prakteknya, terdapat keterkaitan antara kebutuhan dan sasaran tersebut. Walaupun pada kenyataannya pula, kesadaran orang akan “sasaran” cenderung kurang, isbanding kesadarannya akan “kebutuhan”. Orang cenderung lebih menyadari kebutuhan dasarnya/fisiologis ketimbang kebutuhan perolehan/psikologis.
Sebagai contoh, seorang politisi mungkin tidak menyadari betapa tingginya kebutuhannnya akan “kekuasan”, tapi ia secara rutin aktiv dalam pemilihan jabatan tertentu dalam pemerintahan.
Sebagai contoh motivasi dalam kehidupan sehari-hari adalah :
Rokok:
Merokok jadi pelarian dari tugas berat atau tak menyenangkan, nyaris seperti anak kecil yang suka melamun karena kebanyakan dijejali tugas-tugas PR. Merokok juga merupakan hadiah pada diri sendiri, akan lebih menyenangkan kalau sering dilakukan. Merokok di awal hari mengantisipasi anugerah yang bakal datang, sementara merokok di malam hari menutup hari yang panjang. Rokok adalah jejak waktu modern yang menandai berjalannya waktu, baik di rumah maupun di kantor. Bisa juga untuk meredam ketidaksabaran, merokok membuat waktu berlari lebih cepat dan itulah mengapa orang merokok saat menunggu di stasiun, saat seorang suami menunggu istrinya melahirkan atau seseorang membunuh waktu di balik kerangkeng di penjara. Merokok memberi kenikmatan oral sensual. Rokok juga bisa berfungsi sosial sebagai teman, juga menjadi sarana percakapan dengan diri sendiri. Rokok menegaskan kepribadian sambil menunjukkan hubungan dekat dengan sesama perokok. Kotak rokok, misalnya, menunjukkan jarak dan individualitas. Banyak perokok suka mengamati gulungan asap rokoknya yang kadang membentuk pola-pola di udara, membawa serta rasa cemas dan kekecewaan mereka….
Itulah kutipan contoh hasil penelitian motivasi konsumen di balik perilaku merokok. Motivasi di balik perilaku manusia awalnya lebih dipahami sebagai insting dan dorongan dari dalam, yang pada dasarnya merupakan proses fisiologis yang ada sejak bayi. Keinginan ini lebih merupakan “drive” yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan yang dipicu rasa lapar, haus, perlindungan dan dorongan seksual. Motivasi ini pada dasarnya bersifat negatif dan diperlukan agar bisa bertahan dari bahaya atau keadaan yang tak menyenangkan.
Contoh motivasi konsumen menurut Dichter :
Bulu Nilai dari bulu dapat ditelusuri dari sejarah bahwa dulunya bulu berfungsi laiknya piala yang dibawa pulang pemburu bagi yang tercinta di rumah. Makin berbahaya dan sulit membunuh si binatang, bulu makin bernilai. Pemburu modern kini mengganti tombaknya dengan dompet, tapi makna asasinya tetap tak berubah. Lantaran nilainya, bulu memberi bukti bahwa pembelinya sukses secara finansial berkat kemampuannya mencari uang. Leopard dan mink tidak lebih hangat ketimbang bulu kelinci atau kucing, namun nilainya jauh lebih mahal karena kelangkaannya. Bulu juga menunjukkan kekuatan daya seksual si pemburu, dan riset membuktikan bahwa publik kerap melekatkan konotasi asusila, baik bagi pemberi maupun penerima baju mink.
REFERENSI :
WWW.GOOGLE.COM
DICHTER
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar